Langsung ke konten utama

Manajemen Kehilangan


Kita harus bisa menerima kekurangan orang lain dan juga harus dapat bersikap legowo terhadap kelebihan yang mereka miliki.

A sangat mengagumi sebuah rumah yang sedang dijual di sekitar tempatnya bekerja. Rumah itu tidak terlalu besar, halaman  luas dengan kolam ikan dan pancuran kecil di tengah. Terlihat sejuk dan nyaman saat melewatinya. Ingin rasanya untuk memiliki rumah itu, namun apa daya kemampuan finansial A belum tercukupi. Suatu hari saat melintas di depan rumah idamannya tersebut, ternyata rumah itu sudah hangus terbakar tanpa sisa, sejenak dia tertengun di depan bangunan hancur yang sudah berwarna hitam itu, hatinya ikut hancur  dan  buliran air mata pun mengalir. Namun, tak lama kemudian dia menyeka air matanya. "Ah, sudahlah, masih banyak rumah yang lain yang dapat kubeli kelak" pikirnya sambil meneruskan perjalanan ke tempat kerjanya.

Alangkah indahnya jika saya juga bisa berfikir sederhana seperti A untuk kehilangan yang saya rasakan saat ini. Pasti tidak ada ganjalan pada langkah saya yang (mudah2an) masih panjang. Rumah yang saya idamankan memang tidak hangus terbakar, tapi terbeli oleh orang lain, lantas apakah saya harus membenci si pembeli karena mampu memiliki rumah itu? Kepala saya menggeleng dan saya berusaha untuk mengiangkan kata-kata si A yaitu masih banyak rumah-rumah lain yang lebih reasonable untuk saya, yang lebih sesuai dengan kondisi saya saat ini.

Untuk membantu melupakan rasa kehilangan ini maka saya tidak akan melewati jalan di mana dia berada. Walau lebih jauh, tapi akan memadamkan keinginan dan semoga jalan baru ini mempertemukan saya dengan rumah idaman yang lain.


Ismicitra
*thanks to Matahari Harumdini*


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berobat kulit ke dr. Inong, part 2: Peeling session

Setelah lebih dari satu bulan bermain-main dengan krim pagi  dan malam, kini saatnya kembali untuk  chemical peeling   alias pengelupasan kulit dengan bahan kimia (obat). Kunjungan kedua kali ini saya pilih    Jumat. Tiba di RS restu jam 15.00 dan mendapat urutan 50. Lumayan, hanya nunggu sekitar 2 jam akhirnya tibalah giliran saya. Ada sekitar 6 tempat tidur dengan satu kipas angin kecil di masing-masing tempat tidur. Sebelum pengelupasan, wajah kita dibersihkan dulu oleh asisten   dengan cairan berbau seperti alkohol, dan mulailah obat itu dioleskan oleh dr. Inong sendiri. Awalnya terasa dingin, namun beberapa saat kemudian....." ouch "    ….panas dan perih sekitar 5 menit dan kipas angin ini sangat membantu untuk mengurangi rasa sakit.  Tenyata pengolesan itu diulangi lagi setelah 15 menit....*dooh  double ouch *, tapi bener kok cuma sebentar, dan setelah tidak terasa panas lagi sang asisten akan mengoleskan krim, dia menyebutkan sih nama dari krim itu tapi sepertinya

Tips Berobat Kulit ke dr. Dewi Inong I spKK

Setelah menjalaninya saya tertarik untuk menuliskan tips untuk rekan-rekan yang akan berobat kulit ke beliau, supaya tidak salah langkah. Sekilas tentang dr. Inong (begitu saya panggil beliau) dapat dilihat di sini , bukan bemaksud promosi :P, namun beliau terkenal ramah dan murah untuk perawatan kulitnya. Beliau praktek di Permata Cibubur dan RSIA Restu, Kramat jati, saya akan berbagi untuk yang di Restu Datang pagi, benar-benar pagi. Pendaftaran dimulai jam 7.00 ,tdak boleh lewat telpon dengan biaya Rp. 85.000,- dan terbatas hanya 60 orang :O….Saya tiba di sana jam 8.10, dan alhasil dapat no. 68….ini berhasil karena no yang muda banyak yang gak datang. Setelah daftar di loket, jangan lupa daftar ulang di perawat depan kamar dr. Inong , karena akan dipanggil berdasarkan urutan di perawat bukan di loket. Bawa sarapan, cemilan dan makan siang serta air minum . Tidak ada kantin, hanya ada ibu penjual makanan kecil yang terbatas, dan suasana di sana panas, jangan

Kisah seorang pencuri foto

Kisah ini di mulai dari foto di atas. Saat melihat pertama kali, langsung jatuh hati pada foto berjuta makna ini. Foto ini dtemukan di salah satu jejaring sosial, pemiliknya adalah teman dari teman, aku sendiri tidak mengenalnya. Biasanya, jika mengambil foto pribadi, aku akan minta ijin dulu ke pemiliknya, tapi mengapa untuk foto ini aku agak takut dengan pemiliknya hehehe. Berikut kronologis perjalananku bersama foto ini, yang aku beri judul “Memandang ke Depan”: 19 Agustus 2010 : aku grabbed foto ini tanpa ijin, tapi ternyata merasa bersalah, dan berasa seperti pencuri, huuu gak enak 23 Agustus 2010 : akhirnya memberanikan diri untuk kirim message ke sang pemilik yang intinya minta ijin….sampai sekarang belum dijawab juga 2 Sept 2010 : sepertinya tidak akan dapat ijin resmi dalam waktu dekat, mungkin sekitar 20 tahun lagi hehehe *hopeless*….aku beranikan diri untuk mengirim message yang sama ke FBnya…no response until now 19 Sept 2010 :Dia: “biarkan kami mensyukuri hid