Langsung ke konten utama

Ujian kejujuran



Akhirnya ujian modul terakhir di sekolah  tercinta ini akan selesai, dan sepertinya kurang afdol kalo kami tidak diuji dahulu setelah 2 bulan berjibaku dengan keanekaragaman pasien bangsal.

Sejak junior dulu saya memang sering membuat keanehan, hehehe seperti saat ini menurut teman-teman sangat aneh saya memilih pasien Sindrom Stevens Johnson untuk ujian. Tapi saya kekeh sumekeh untuk memilih pasien ini, a litlle bit challenging. Dan tantangan pun bertambah saat mengetahui siapa yang akan menguji saya, yaitu konsulen  yang terkenal sangat pintar, dan agak jelimet. Tapi ya sudahlah, saya harus menghadapinya.

Tepat seperti dugaan kami semua, ujian saya tidak akan berjalan mulus. Terjadi perbedaan pendapat berkali-kali dengan konsulen tersebut namun saya tidak menyerah untuk menerimanya. Perlawanan demi perlawanan saya lakukan walau tertatih dan terbantahkan. Beliau sangat yakin dengan pendapatnya, dan saya juga tidak mau pasrah begitu saja.

Sampai akhirnya, “Ayo,Ismi, kita ke pasiennya sekarang, jika saya benar berarti yang kamu tulis  di sini  adalah tidak benar”…..

Deg! Saya kaget bukan main, mengapa saya tidak dipercaya sedemikian rupa? Gak habis pikir, dan benar-benar tidak masuk dalam akal sehat saya.

Bukan bermaksud melawan beliau namun saya tidak mau menerima tuduhan itu akhirnya terucaplah kata….”Boleh, dok.”

Tak sengaja aku bertatapan dengan penguji lain, tatapan matanya mengatakan ….jangan…jangan Ismi.
Maaf dok, jika saya menyerah pada titik ini, saya akan dianggap pembohong  padahal  saya tidak berbohong.

Saya diberikan kesempatan dengan satu pertanyaan terakhir, belia juga terlihat tidak puas dengan jawaban saya, namun saya akhirnya diluluskan dengan nilai pas. Alhamdulillah.

Sore harinya saat saya kembali ke bangsal, perawat bercerita kepada saya bahwa dokter penguji saya tadi datang ke ruangan pasien saya dan benar-benar menanyakan apa yang dia ragukan dari anamnesis saya. Dan sepertnya beliau mendapatkan jawaban yang sama seperti yang saya tulis di naskah ujian. Mata saya berkaca, entah untuk kesal atau karena terharu dan bersyukur.

Ini adalah pelajaran berharga buat saya,untuk selalu jujur karena terbukti kejujuran akan membawa kemenangan  dan ketenangan, walau mungkin tidak memberikan nilai ujian yang maksimal. Ah, itu tidak penting, yang penting adalah proses bukan? Hasil kita serahkan saja sama Allah, dan terbukti Allah akan selalu bersama kita.
Alhamdulillah




ismicitra
*lega selesai ujian*

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berobat kulit ke dr. Inong, part 2: Peeling session

Setelah lebih dari satu bulan bermain-main dengan krim pagi  dan malam, kini saatnya kembali untuk  chemical peeling   alias pengelupasan kulit dengan bahan kimia (obat). Kunjungan kedua kali ini saya pilih    Jumat. Tiba di RS restu jam 15.00 dan mendapat urutan 50. Lumayan, hanya nunggu sekitar 2 jam akhirnya tibalah giliran saya. Ada sekitar 6 tempat tidur dengan satu kipas angin kecil di masing-masing tempat tidur. Sebelum pengelupasan, wajah kita dibersihkan dulu oleh asisten   dengan cairan berbau seperti alkohol, dan mulailah obat itu dioleskan oleh dr. Inong sendiri. Awalnya terasa dingin, namun beberapa saat kemudian....." ouch "    ….panas dan perih sekitar 5 menit dan kipas angin ini sangat membantu untuk mengurangi rasa sakit.  Tenyata pengolesan itu diulangi lagi setelah 15 menit....*dooh  double ouch *, tapi bener kok cuma sebentar, dan setelah tidak terasa panas lagi sang asisten akan mengoleskan krim, dia menyebutkan sih nama dari krim itu tapi sepertinya

Tips Berobat Kulit ke dr. Dewi Inong I spKK

Setelah menjalaninya saya tertarik untuk menuliskan tips untuk rekan-rekan yang akan berobat kulit ke beliau, supaya tidak salah langkah. Sekilas tentang dr. Inong (begitu saya panggil beliau) dapat dilihat di sini , bukan bemaksud promosi :P, namun beliau terkenal ramah dan murah untuk perawatan kulitnya. Beliau praktek di Permata Cibubur dan RSIA Restu, Kramat jati, saya akan berbagi untuk yang di Restu Datang pagi, benar-benar pagi. Pendaftaran dimulai jam 7.00 ,tdak boleh lewat telpon dengan biaya Rp. 85.000,- dan terbatas hanya 60 orang :O….Saya tiba di sana jam 8.10, dan alhasil dapat no. 68….ini berhasil karena no yang muda banyak yang gak datang. Setelah daftar di loket, jangan lupa daftar ulang di perawat depan kamar dr. Inong , karena akan dipanggil berdasarkan urutan di perawat bukan di loket. Bawa sarapan, cemilan dan makan siang serta air minum . Tidak ada kantin, hanya ada ibu penjual makanan kecil yang terbatas, dan suasana di sana panas, jangan

Kisah seorang pencuri foto

Kisah ini di mulai dari foto di atas. Saat melihat pertama kali, langsung jatuh hati pada foto berjuta makna ini. Foto ini dtemukan di salah satu jejaring sosial, pemiliknya adalah teman dari teman, aku sendiri tidak mengenalnya. Biasanya, jika mengambil foto pribadi, aku akan minta ijin dulu ke pemiliknya, tapi mengapa untuk foto ini aku agak takut dengan pemiliknya hehehe. Berikut kronologis perjalananku bersama foto ini, yang aku beri judul “Memandang ke Depan”: 19 Agustus 2010 : aku grabbed foto ini tanpa ijin, tapi ternyata merasa bersalah, dan berasa seperti pencuri, huuu gak enak 23 Agustus 2010 : akhirnya memberanikan diri untuk kirim message ke sang pemilik yang intinya minta ijin….sampai sekarang belum dijawab juga 2 Sept 2010 : sepertinya tidak akan dapat ijin resmi dalam waktu dekat, mungkin sekitar 20 tahun lagi hehehe *hopeless*….aku beranikan diri untuk mengirim message yang sama ke FBnya…no response until now 19 Sept 2010 :Dia: “biarkan kami mensyukuri hid