Langsung ke konten utama

"Testosteron dengan Alzheimer" vs "jadi laki-laki tua yang pelupa"


Saat mencoba menyusun sesuatu tentang testosteron dan penyakit Alzheimer, banyak hal yang tidak penting yang berlompatan di pikiran saya dan membuat saya sering tersenyum sendiri di depan laptop.

Maraknya penelitian di bidang terapi hormonal terhadap Alzheimer berlatar belakang suatu survei global dari kelompok studi (ADI) terhadap insiden penyakit tersebut yang akan meningkat, mereka menuliskannya :The number of people affected will be over 100 million by 2050.

Hampir semua peneliti dari jurnal yang saya dapat adalah laki-laki, tapi hal ini tidak dapat dinilai kesahihannya karena saya hanya melihat dari nama mereka saja. Tapi girus otak saya yang tidak terlalu dalam ini malah memunculkan prasangka buruk pada mereka, yaitu mereka takut jadi pelupa saat mereka tua (maaf ya Prof RN. Martin; namanya hampir ada pada semua jurnal tentang hal ini)

Teori menjelaskan bahwa dengan bertambahnya usia,produksi testosteron akan berkurang,dan akhirnya terjadi penumpukan protein amiloid alfa dalam otak. Protein ini banyak ditemukan pada otak penderita Alzheimer yang telah meninggal.
Saya belum menemukan terapi hormon ini akan digunakan sebagai pencegahan atau pengobatan Alzheimer, tapi ada jurnal yang menyatakan bahwa dari kadar hormon serta metabolitnya dapat memprediksi apakah seorang laki-laki tua itu akan menderita Alzheimer 5 tahun mendatang. WOW...

Bukan kompetensi saya untuk menyatakan "kurang setuju" pada proyek ini terutama untuk pencegahan Alzheimer, karena bukankah semua orang akan jadi tua, mungkin akan jadi lupa dan juga pasti akan mati.
Hal ini berbeda dengan anak, makhluk kecil yang punya hak untuk bisa hidup layak dan sehat agar bisa mencicipi jadi dewasa yang bermanfaat.

Untunglah belum banyak penelitian tentang hal ini di negara saya, sehingga uang negara bisa difokuskan untuk penelitian pada kesehatan anak dan dewasa usia produktif. Hal ini mungkin karena insiden Alzheimer tidak terlalu tinggi atau belum ada data tentang jumlah penderita Alzheimer di sini *senyum* dan saya bersyukur untuk itu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berobat kulit ke dr. Inong, part 2: Peeling session

Setelah lebih dari satu bulan bermain-main dengan krim pagi  dan malam, kini saatnya kembali untuk  chemical peeling   alias pengelupasan kulit dengan bahan kimia (obat). Kunjungan kedua kali ini saya pilih    Jumat. Tiba di RS restu jam 15.00 dan mendapat urutan 50. Lumayan, hanya nunggu sekitar 2 jam akhirnya tibalah giliran saya. Ada sekitar 6 tempat tidur dengan satu kipas angin kecil di masing-masing tempat tidur. Sebelum pengelupasan, wajah kita dibersihkan dulu oleh asisten   dengan cairan berbau seperti alkohol, dan mulailah obat itu dioleskan oleh dr. Inong sendiri. Awalnya terasa dingin, namun beberapa saat kemudian....." ouch "    ….panas dan perih sekitar 5 menit dan kipas angin ini sangat membantu untuk mengurangi rasa sakit.  Tenyata pengolesan itu diulangi lagi setelah 15 menit....*dooh  double ouch *, tapi bener kok cuma sebentar, dan setelah tidak terasa panas lagi sang asisten akan mengoleskan krim, dia menyebutkan sih nama dari krim itu tapi sepertinya

Tips Berobat Kulit ke dr. Dewi Inong I spKK

Setelah menjalaninya saya tertarik untuk menuliskan tips untuk rekan-rekan yang akan berobat kulit ke beliau, supaya tidak salah langkah. Sekilas tentang dr. Inong (begitu saya panggil beliau) dapat dilihat di sini , bukan bemaksud promosi :P, namun beliau terkenal ramah dan murah untuk perawatan kulitnya. Beliau praktek di Permata Cibubur dan RSIA Restu, Kramat jati, saya akan berbagi untuk yang di Restu Datang pagi, benar-benar pagi. Pendaftaran dimulai jam 7.00 ,tdak boleh lewat telpon dengan biaya Rp. 85.000,- dan terbatas hanya 60 orang :O….Saya tiba di sana jam 8.10, dan alhasil dapat no. 68….ini berhasil karena no yang muda banyak yang gak datang. Setelah daftar di loket, jangan lupa daftar ulang di perawat depan kamar dr. Inong , karena akan dipanggil berdasarkan urutan di perawat bukan di loket. Bawa sarapan, cemilan dan makan siang serta air minum . Tidak ada kantin, hanya ada ibu penjual makanan kecil yang terbatas, dan suasana di sana panas, jangan

Kisah seorang pencuri foto

Kisah ini di mulai dari foto di atas. Saat melihat pertama kali, langsung jatuh hati pada foto berjuta makna ini. Foto ini dtemukan di salah satu jejaring sosial, pemiliknya adalah teman dari teman, aku sendiri tidak mengenalnya. Biasanya, jika mengambil foto pribadi, aku akan minta ijin dulu ke pemiliknya, tapi mengapa untuk foto ini aku agak takut dengan pemiliknya hehehe. Berikut kronologis perjalananku bersama foto ini, yang aku beri judul “Memandang ke Depan”: 19 Agustus 2010 : aku grabbed foto ini tanpa ijin, tapi ternyata merasa bersalah, dan berasa seperti pencuri, huuu gak enak 23 Agustus 2010 : akhirnya memberanikan diri untuk kirim message ke sang pemilik yang intinya minta ijin….sampai sekarang belum dijawab juga 2 Sept 2010 : sepertinya tidak akan dapat ijin resmi dalam waktu dekat, mungkin sekitar 20 tahun lagi hehehe *hopeless*….aku beranikan diri untuk mengirim message yang sama ke FBnya…no response until now 19 Sept 2010 :Dia: “biarkan kami mensyukuri hid