Langsung ke konten utama

Sepatu Orthopedi

Mungkin ini salah satu hikmah dari sakitku, yaitu mengexplorasi area yang tidak pernah aku masuki sebelumnya: perbelungan alias tulang belulang hehehe...walau hanya sebatas sakitku saja.

Panjang kaki yang berbeda pasca operasi, membuat latihan berjalanku menjadi terhambat. Untuk mempercepat proses belajarku maka dibutuhkan alat bantu untuk menyamakan panjang kaki, yaitu sepatu dengan beda sol.

Rencana awal sih hanya memberikan sol tambahan pada sepatu biasa, tapi ketika dipakai latihan...wah gak enak bener. Cari sana sini,tanya kiri kanan, agak sulit juga ternyata menemukan Sang Ortotik Prostetik

Ortotik prostetik adalah bagian dari ilmu kedokteran yang mempelajari untuk pembuatan alat bantu (ortotik) atau alat pengganti (prostetik) bagian tubuh, contoh kaki palsu,sepatu buat kaki yang bermasalah dll. Biasanya sang OP ini akan banyak berhubungan dengan dokter rehabilitasi medis dan dokter bedah tulang, walaupun tidak menutup kemungkinan untuk dokter-dokter yang lain (seperti dg aku contohnya wkwkwkw).

Mungkin banyak OP yang ada, tapi dari hasil pencarian didapatkan 2 nama (terkenal) dari puluhan hehehe:

1. Pak rahmat, Jl Wijaya Kusuma II/2 No. 293 Perumnas Klender, Jakarta Timur 13460
Telpon : 8627139

2. Pak Nirun dengan menghubungi no Hp. 08161387966
Klinik sasana husada Jl. kyai maja depan RS. Pertamina.
Rumah :jl. Celeduk Raya GG. KUD RT/RW 01/05 No. 62

Ohya ternyata para OP lain juga ada yang punya blog, coba buka ini atau ini

Sepatu ortopediku agak mirip dengan sepatu boot, melingkupi seluruh kaki dan persendian, empuk, dan yang jelas dengan sol yang beda tinggi tapi emang agak berat sih. Walau jauh dari segi keindahan tapi nyaman banget. Sepatu ini membuatku bertambah pede untuk melangkah, nyeri dikit gak papa lah, bisa ditahan. Jadi makin semangat aja buat latihan.



Mari berjalan ... :D
(Semoga foto sepatu bisa menyusul tampil di sini hihihi)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berobat kulit ke dr. Inong, part 2: Peeling session

Setelah lebih dari satu bulan bermain-main dengan krim pagi  dan malam, kini saatnya kembali untuk  chemical peeling   alias pengelupasan kulit dengan bahan kimia (obat). Kunjungan kedua kali ini saya pilih    Jumat. Tiba di RS restu jam 15.00 dan mendapat urutan 50. Lumayan, hanya nunggu sekitar 2 jam akhirnya tibalah giliran saya. Ada sekitar 6 tempat tidur dengan satu kipas angin kecil di masing-masing tempat tidur. Sebelum pengelupasan, wajah kita dibersihkan dulu oleh asisten   dengan cairan berbau seperti alkohol, dan mulailah obat itu dioleskan oleh dr. Inong sendiri. Awalnya terasa dingin, namun beberapa saat kemudian....." ouch "    ….panas dan perih sekitar 5 menit dan kipas angin ini sangat membantu untuk mengurangi rasa sakit.  Tenyata pengolesan itu diulangi lagi setelah 15 menit....*dooh  double ouch *, tapi bener kok cuma sebentar, dan setelah tidak terasa panas lagi sang asisten akan mengoleskan krim, dia menyebutkan sih nama dari krim itu tapi sepertinya

Tips Berobat Kulit ke dr. Dewi Inong I spKK

Setelah menjalaninya saya tertarik untuk menuliskan tips untuk rekan-rekan yang akan berobat kulit ke beliau, supaya tidak salah langkah. Sekilas tentang dr. Inong (begitu saya panggil beliau) dapat dilihat di sini , bukan bemaksud promosi :P, namun beliau terkenal ramah dan murah untuk perawatan kulitnya. Beliau praktek di Permata Cibubur dan RSIA Restu, Kramat jati, saya akan berbagi untuk yang di Restu Datang pagi, benar-benar pagi. Pendaftaran dimulai jam 7.00 ,tdak boleh lewat telpon dengan biaya Rp. 85.000,- dan terbatas hanya 60 orang :O….Saya tiba di sana jam 8.10, dan alhasil dapat no. 68….ini berhasil karena no yang muda banyak yang gak datang. Setelah daftar di loket, jangan lupa daftar ulang di perawat depan kamar dr. Inong , karena akan dipanggil berdasarkan urutan di perawat bukan di loket. Bawa sarapan, cemilan dan makan siang serta air minum . Tidak ada kantin, hanya ada ibu penjual makanan kecil yang terbatas, dan suasana di sana panas, jangan

Kisah seorang pencuri foto

Kisah ini di mulai dari foto di atas. Saat melihat pertama kali, langsung jatuh hati pada foto berjuta makna ini. Foto ini dtemukan di salah satu jejaring sosial, pemiliknya adalah teman dari teman, aku sendiri tidak mengenalnya. Biasanya, jika mengambil foto pribadi, aku akan minta ijin dulu ke pemiliknya, tapi mengapa untuk foto ini aku agak takut dengan pemiliknya hehehe. Berikut kronologis perjalananku bersama foto ini, yang aku beri judul “Memandang ke Depan”: 19 Agustus 2010 : aku grabbed foto ini tanpa ijin, tapi ternyata merasa bersalah, dan berasa seperti pencuri, huuu gak enak 23 Agustus 2010 : akhirnya memberanikan diri untuk kirim message ke sang pemilik yang intinya minta ijin….sampai sekarang belum dijawab juga 2 Sept 2010 : sepertinya tidak akan dapat ijin resmi dalam waktu dekat, mungkin sekitar 20 tahun lagi hehehe *hopeless*….aku beranikan diri untuk mengirim message yang sama ke FBnya…no response until now 19 Sept 2010 :Dia: “biarkan kami mensyukuri hid